IMAN KEPADA NABI DAN RASUL
disusun untuk memenuhi tugas mandiri
Mata Kuliah : Aqidah Islamiah
Dosen : Drs. Sudadi, M.Pd.I.
Di susun oleh :
1. Ike Nurjanah
( 10212509 )
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
NAHDLATUL ULAMA (STAINU) KEBUMEN
TAHUN AJARAN 2013/2014
Jalan Tentara Pelajar No. 55 B Telp/Fax (0287)
385902 Kebumen 54312
KATA PENGANTAR
Puji Syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat
dan Hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas ini.
Penyusunan tugas ini bertujuan untuk memenuhi tugas dan kewajiban saya
sebagai mahasiswa serta agar mahasiswa yang lain dapat melakukan kegiatan
seperti yang saya lakukan. Dalam tugas ini saya akan membahas mengenai “Iman
Kepada Nabi dan Rasul”. Dengan ini saya mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah mendukung saya terutama kepada
dosen mata kuliah Aqidah Islamiah selaku
dosen pembimbing .
Tiada gading yang tak retak, demikian pepatah mengatakan.
Saya sadari tugas
ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu saya sangat
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun sehingga saya dapat memperbaiki kesalahan saya.
Akhir kata saya ucapkan terima
kasih. Semoga tugas ini bermanfaat dan berguna bagi kita semua.
Kebumen, November 2013
Penyusun.
DAFTAR
ISI
Halaman Judul.................................................................................... i
Kata Pengantar................................................................................... ii
Daftar Isi............................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang....................................................................... 1
B.
Rumusan Masalah................................................................... 2
C.
Tujuan Penulis........................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
A.
Pengertian Nabi dan Rasul..................................................... 3
B.
Nama-Nama Nabi dan Rasul ................................................. 6
C.
Sifat-sifat Nabi dan Rasul ..................................................... 11
D.
Tugas dan Mukjizat Para Rasul..............................................
17
E.
Rasul-Rasul yang Ulul ‘Azmi................................................. 22
F.
Muhammad Rasulullah SAW Nabi yang Terakhir................. 24
G.
Iman Kepada Seluruh Nabi dan Rasul................................... 36
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan............................................................................. 16
B.
Saran....................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA........................................................................ 18
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Seorang muslim
wajib beriman kepada seluruh Nabi dan Rasul yang telah diutus oleh Allah SWT,
baik yang disebutkan namanya maupun yang tidak disebutkan. Bagi yang tidak
disebutkan namanya kita wajib beriman secara ijmal saja, sedangkan bagi
disebutkan namanya kita wajib beriman secara tafshil.
Seorang muslim
wajib membenarkan semua Rasul dengan sifat-sifat, kelebihan dan keistimewaan
satu sama lain, tugas dan mukjizat masing-masing seperti yang dijelaskan oleh
Allah dan Rasul-Nya di dalam Al-Qur’an Al-Karim dan Sunnah Rasul. Tidak sah
iman seseorang yang menolak walau hanya satu orang Nabi atau Rasul dari seluruh
Nabi dan Rasul-Rasul yang diutus oleh Allah SWT.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa
pengertian Nabi dan Rasul ?
2.
Siapa
saja nama-nama Nabi dan Rasul ?
3.
Bagaimana
sifat-sifat Nabi dan Rasul ?
4.
Apa
tugas dan mukjizat para Rasul ?
5.
Siapa
saja Rasul yang termasuk Ulul ‘azmi ?
6.
Siapa
Nabi yang terakhir ?
7.
Bagaimana
cara umat muslim beriman kepada Nabi dan Rasul ?
C.
Tujuan Penulisan
1.
Untuk
memahami pengertian Nabi dan Rasul.
2.
Untuk
mengetahui nama-nama Nabi dan Rasul.
3.
Untuk
mengetahui sifat-sifat Nabi dan Rasul.
4.
Untuk
memahami tugas dan mukjizat para Rasul.
5.
Untuk
memahami Rasul-Rasul Ulul ‘azmi.
6.
Untuk
mengetahui Nabi yang terakhir.
7.
Untuk
memahami cara umat muslim beriman kepada Nabi dan Rasul.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Nabi dan Rasul
Secara etimologis Nabi berasal dari kata na-ba artinya ditinggikan, atau
dari kata na-ba-a artinya berita. Dalam hal ini seorang Nabi adalah
seseorang yang ditinggikan derajatnya oleh Allah SWT dengan memberinya berita
(wahyu). Sedangkan Rasul berasal dari kata ar-sa-la artinya mengutus.
Setelah dibentuk menjadi Rasul berarti yang diutus. Dalam hal ini seorang Rasul
adalah seorang yang diutus oleh Allah SWT untuk menyampaikan misi, pesan
(ar-risalah).
Secara terminologis Nabi dan Rasul adalah manusia biasa, laki-laki, yang
dipilih oleh Allah SWT untuk menerima wahyu. Apabila tidak diiringi dengan
kewajiban menyampaikannya atau membawa satu misi tertentu, maka dia disebut
Nabi (saja). Namun bila diikuti dengan kewajiban menyampaikan atau membawa misi
(ar-risalah) tertentu maka dia disebut Rasul. Jadi setiap Rasul juga
Nabi, tetapi tidak setiap Nabi menjadi Rasul. (Al-Jazairy, 1978, hal. 258-259).
Sebagaimana manusia biasa lainnya
Nabi dan Rasul pun hidup seperti kebanyakan manusia yaitu makan, minum, tidur,
berjalan-jalan, nikah, punya anak, merasa sakit, senang, kuat, lemah, mati, dan
sifat-sifat manusiawi lainnya. Dalam hal ini Allah SWT berfirman :
وَمَاأَرْسَلْنَاقَبْلَكَ
مِنَ اْلمُرْسَليْنَ اِلآّاأِنَّهُمْ لَيَأْ كُلُوْنَ الطَّعَامَ وَيَمْشُوْنَ فِى
اْلأَسْوَاقِۗ
“Dan Kami tidak mengutus Rasul-Rasul
sebelummu, melainkan mereka sungguh memakan makanan dan berjalan di
pasar-pasar. . .” (Al-Furqan 25:20).
وَلَقَدْأَرْسَلْنَارُسُلاًمِنْ
قَبْلِكَ وَجَعَلْنَالَهُمْ أَرْوَاجًاوَذُرِّيَّةٌ
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu
dan Kami memberikan kepada mereka istri-istri dan keturunan . . .” (Ar-Ra’d
13:38).
وَاَيُّوْبَ اِذْنَادَىٰ رَبَّهٗ اِنِّى مَسَّنِيَ
الضُّرُّوَأَنْتَ أَرْحَمُ الرَّحِمِيْنَ فَاسْتَجَبْنَالَهٗ فَكَشَفْنَامَابِهٖ
مِنْ ضَرٍّوَأٰتَيْنٰهُ أٰهْلَهٗ وَمِثْلَهُمْ مَعَهُمْ رَحْمَةً مِنْ عِنْدِنَاوَذِكْرٰى
لِلْعٰبِدِ يْنَ
“Dan ingatlah kisah Ayub, ketika ia menyeru Tuhannya: “Sesungguhnya
aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang. Maka
Kami pun memperkenankan seruan-Nya itu, lalu Kami lenyapkan penyakit yang ada
padanya dan Kami kembalikan keluarganya kepadanya, dan Kami lipat gandakan
bilangan mereka, sebagai suatu rahmat dari sisi Kami dan untuk menjadi
peringatan bagi semua yang menyembah Allah.” (Al-Anbiya’ 21: 83-84).
قُلْ
اِنَّماَ أَنَابَشَرٌمِثْلُكُمْ يُوحٰىۤ اِلَىَّ أَنَّمَا اِلٰهُكُمْ اِلٰهٌ
وَاحِدٌ
Katakanlah: Sesungguhnya aku ini (Muhammad) hanyalah seorang
manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku “Sesungguhnya Tuhan kamu itu
adalah Tuhan Yang Maha Esa” ...(Al-Kahfi 18:110).
Nabi dan rasul semuanya terdiri dari laki-laki, tidak seorang pun
Nabi dan Rasul dari jenis perempuan. Dalam hal ini Allah SWT menegaskan:
وَمَاۤأَرْسَلْنَاقَبْلَكَ
اِلاَّرِجَالاًنُوْحۤى اِلَيْهِمِ فَاسْئَلُواأَهْلَ الذِّكْرِاِنْ كَنْتُمْ
لاَتَعْلَمُوْنَ
“Kami tiada mengutus Rasul-Rasul sebelummu (Muhammad), melainkan
beberapa orang laki-laki yang Kami beri wahyu kepada mereka, maka tanyakanlah
olehmu kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tiada mengetahui.”
(Al-Anbiya’ 21: 7).
B.
Nama-Nama Nabi dan Rasul
Allah SWT tidak menyebutkan berapa
jumlah keseluruhan Nabi dan Rasul. Oleh sebab itu kita tidak dapat mengetahui
berapa jumlah keseluruhannya. Tapi yang pasti adalahuntuk setiap umat Allah
mengutus seorang Rasul, seperti yang dinyatakan oleh Allah dalam firman-Nya:
ﺈِنَّاأَرْسَلْنٰكَ
بِالْحَقِّ بَشِيْرًاوَنَذِيْرًاوَاِنْ مِنْ أُمُّةٍ اِلاَّخَلاًفِيْهَانَذِيْرٌ
“Sesungguhnya Kami mengutus kamu dengan membawa kebenaran sebagai
pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan. Dan tidak ada suatu umat
pun melainkan telah ada padanya seorang pemberi peringatan.” (Fathir 35: 24).
وَلِكُلِّ
اُمَّةٍرَسُوْلٌ
“Tiap-tiap umat mempunyai rasul ....” (Yunus 10: 47).
Hanya sebagian saja diantara nabi dan Rasul yang diutus sebelum
Nabi Muhammad SAW diceritakan di dalam Al-Qur’an:
وَلَقَدْأَرْسَلْنَارُسُلاًمِنْ
قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَنْ قَصَصْنَاعَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَنْ لَمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ
“Dan sesungguhnya telah Kami utus beberapa orang Rasul sebelum
kamu, diantara mereka ada yang Kami
ceritakan kepadamu ....”.(Al-Mukmin 40: 78).
Jumlah Nabi dan sekaligus Rasul yang diceritakan oleh Allah SWT di
dalam Al-Qur’an ada 25 orang, 18 orang disebutkan dalam surat Al-An’am ayat
83-86, dan 7 orang lagi dalam beberapa ayat secara terpisah :
وَتِلْكَ حُجَّتُنۤاأَتَيْنَهَااِبْرٰهِيْمَ عَلٰى قَوْمِهٖ
نَرْفَعُ دَرَجٰتٍ مَنْ نَشَاۤءُاِنَّ رَبَّكَ حَكِيْمُ عَلِيْمٌ وَوَهَبْنَالَهٗ
اِسْحٰقَ وَيَعْقُوْبِ كُلاًّهَدَيْنَاۚوَنُوْحًاهَدَيْنَامِنْ قَبْلُ وَمِنْ
ذُرِّيَّتِهٖ دَوٗادَوَسَلَيْمٰنَ وَأَيُّوْبَ وَيُوْسُفَ وَمُوْسٰى وَهٰرُوْنَۚ
وَكَذْلِكَ نَجْرِيْ المُحْسِنِيْنَ وَنَكَرِ يَّاوَيَحْيٰ وَعِيْسٰى وَاْلِيَاسَۖ
كُلُّ مِنَ الصّٰلِحِيْنَ,وَاِسْمٰعِيْلَ وَاليَسَعَ وَيُوْنُسَ وَلُوْطًا ۚ وَكُلاًّفَضَّلْنَاعَلٰى
اْلعٰلَمِيْنَ
“Dan itulah hujjah Kami yang Kami berikan kepada Ibrahim untuk
menghadapi kaumnya. Kami tinggikan siapa yang Kami kehendaki beberapa derajat.
Sesungguhnya Tuhanmu Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui. Dan Kami telah
menganugerahkan Ishak dan Ya’cub kepadanya. Kepada keduanya masing-masing telah
Kami beri petunjuk, dan kepada Nuh sebelum itu juga telah Kami beri petunjuk,
dan kepada sebagian dari keturunannya yaitu Daud, Sulaiman, Ayyub, Yusuf, Musa
dan Harun. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat
baik. Dan Zakaria, Yahya, ‘Isa dan Ilyas. Semuanya termasuk orang-orang yang
saleh. Dan Isma’il, Alyasa’, Yunus dan Luth. Dan masing-masingnya Kami lebihkan
derajatnya di atas umat.” (Al-An’am 6: 83-86).
وَاِلٰى
عَادٍأَخَاهُمْ هُوْدًا
“Dan kepada kaum ‘Ad (Kami utus) saudara
mereka Hud...” (Hud 11: 50).
وَاِلٰى
ثَمُوْدَأَخَاهُمْ صٰلِحًا
“Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka Shaleh.” (Hud 11:
61).
وَاِلٰى
مَدْيَنَ أَخَاهُمْ ثَعَيْبًا
“Dan kepada (penduduk) Madyan (Kami utus)
saudara mereka Syu’aib...”(Hud 11: 84).
اِنَّ
الله اصْطَفٰى أٰدَمَ وَنُوْحًاوَاٰلَ اِبْرٰهِيْمَ وَاٰلَ عِمْرَان عَلٰى
الْعٰلَمِيْنَ
“Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim dan
keluarga ‘Imran melebihi segala umat (di masa mereka masing-masing.” (Ali
‘Imran 3: 33).
وَاِسْمٰعِيْلَ
وَاِدْرِيْسَ وَذَاالكِفْلِ كُلُّ مِنَ الصّٰبِرِيْنَ
“Dan (ingatlah kisah) Isma’il, Idris dan Zulkfli. Semua mereka
termasuk orang-orang yang sabar.” (Al-Anbiya’ 21: 85).
مُحَمَّدُرَسُوْلُ
اللهِ وَالَّذِيْنَ مَعَهٗۤ أَشِدَّاءُعَلَى الْكُفَّارِرُحَمٰۤاءُبَيْنَهُمْ
“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama
dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang
sesama mereka. . .” (Al-fath 48: 29).
Kalau diurut secara kronologis nama-nama Nabi dan Rasul yang 25
tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Adam 11. Luth 21. Yunus
2.
Idris 12. Ayyub 22. Zakariya
3.
Nuh 13. Syu’aib 23. Yahya
4.
Hud 14. Musa 24. Isa
5.
Shaleh 15. Harun 25.Muhammad ‘alaihim
6.
Ibrahim 16. Zulkifli as-shalatu was
7.
Isma’il
17. Daud
salam
8.
Ishaq 18. Sulaiman
9.
Ya’qub 19. Ilyas
10.
Yusuf 20. Ilyasa’
Al-Qur’an banyak menyebut nama-nama
Nabi dan Rasul yang 25 orang tersebut dalam berbagai surat dan ayat dengan
berbagai tema dan kisah yang menjadi petunjuk, pelajaran dan contoh teladan
bagi umat manusia.
Demikianlah nama-nama Nabi dan Rasul
yang disebutkan oleh Kitab Suci Al-Qur’an. Sebagai tambahan, umumnya mereka
dilahirkan, hidup dan diutus di negeri-negeri Timur Tengah. Misalnya Nabi
Ibrahim AS diutus di Iraq, hijrah ke negeri Kan’an lalu berpindah-pindah antara
Hijaz, Syam, dan Ma’ad. Nabi Isma’il As lahir di Syam, dibesarkan dan diutus di
Mekkah Al-Mukarramah. Nabi Ishaq AS diutus di Ma’ad. Nabi Ya’qub AS juga diutus
di Ma’ad, tetapi kemudian pindah ke Mesir dan tinggal di sana bersama dengan
anak-anaknya. Nabi Yusuf AS juga diutus di Mesir. Begitu juga Nabi Musa AS dan
Harun AS, tetapi kemudian pindah ke Sinai. Nabi Daud AS dan Sulaiman AS diutus
di Quds. Kemudian Nabi-Nabi Bani Israil lainnya sampai Nabi Isa AS diutus di
tanah Syam. Nabi Isa AS sendiri lahir di Baitul Lahmin (Betlehem) dan hidup di
Al Maqdis sampai Allah SWT mengangkatnya. Kemudian Nabi terakhir Muhammad SAW
lahir dan diutus di Mekkah Al-Mukarramah, kemudian hijrah ke Madinah
Al-Munawwarah (Al-Jazairy, 1978, hal. 268-269).
C.
Sifat-Sifat Nabi dan Rasul
Status sebagai Nabi dan Rasul tidak
bisa diusahakan oleh siapa pun. Jika seseorang misalnya menghabiskan seluruh
waktunya untuk beribadah dan meninggalkan segala macam kesenangan dunia dengan
harapan mudah-mudahan diangkat menjadi Nabi, tentu harapannya itu akan sia-sia
belaka. Sebab status itu hanyalah semata-mata pemberian Allah SWT. Allah lah
yang memilih dan menentukan siapa yang akan diangkat-Nya menjadi Nabi saja atau
menjadi Nabi dan Rasul sekaligus. Namun demikian, sebelum mengangkat seseorang
menjadi Nabi Allah SWT sudah menyiapkan dan memelihara kepribadian orang
tersebut sehingga orang yang akan diangkat menjadi Nabi memiliki kepribadian
yang sempurna, memiliki jiwa yang utuh, nalar yang kuat, dan akhlak yang mulia.
Begitu juga dari segi garis keturunan, seorang yang akan diangkat menjadi Nabi
haruslah memiliki garis keturunan yang baik dan mulia. Di samping itu diangkat
dan tidaknya seseorang menjadi Nabi tergantung juga kepada kondisi masyarakat
di mana dia berada, apakah memang sangat memerlukan diutusnya seorang Nabi dan
Rasul untuk memperbaiki dan membimbing kehidupan mereka yang sudah sangat jauh
menyimpang dari fitrah kemanusiaan.
Prasyarat
kepribadian, keturunan dan kebutuhan masyarakat di atas oleh Abu Bakar
Al-Jazairy diistilahkan dengan “Muabalat An Nubuwwah”, yang intinya ada tiga
hal sebagai berikut:
1.
Al-Mitsaliyah
(keteladanan). Artinya seseorang yang akan diangkat menjadi Nabi haruslah
memiliki kemanusiaan yang sempurna, baik fisik, akal pikiran maupun rohani.
Atau dengan kata lain dia haruslah merupakan pribadi yang mulia dan terpuji.
Selalu menjadi anutan dan contoh teladan. Bebas dari segala sifat dan tingkah
laku yang tidak baik. Oleh sebab itu kehidupan seorang calon Nabi akan selalu
dipelihara dan dijaga oleh Allah SWT sejak dari kecilnya.
2.
Syaraf
An-Nasab (keturunan yang mulia). Artinya seseorang yang akan diangkat menjadi
Nabi haruslah berasal dari keturunan yang mulia. Mulia dalam pengertian umum
yaitu terjauh dari segala bentuk kerendahan budi dan hal-hal lain yang akan
menjatuhkan martabat dan nilai-nilai kemanusiaannya. Dia haruslah orang yang
terpandang dan di hormati kaumnya.
3.
‘Amil
Az-Zaman (dibutuhkan zaman). Artinya kehadirannya memang sangat dibutuhkan oleh
masyarakat untuk mengisi kekosongan rohani, memperbaiki segala kerusakan
masyarakat, dan mengembalikan umat manusia kepada kehidupan yang sesuai dengan
fitrah penciptaannya. (Al-Jazairy, 1978, hal. 259-260).
Secara umum setiap Nabi dan Rasul memiliki sifat-sifat yang mulia
dan terpuji sesuai dengan statusnya sebagai manusia pilihan Allah SWT, baik
dalam hal-hal yang berhubungan langsung dengan Allah SWTsecara vertical maupun
dengan sesama manusia dan makhluk Allah lainnya. Namun demikian secara khusus
setiap Rasul memiliki empat sifat yang erat kaitannya dengan tugasnya sebagai
utusan Allah yang membawa misi membimbing umat menempuh jalan yang diridhai
oleh Allah SWT. Keempat sifat tersebut adalah sebagai berikut:
1.
As-Shidqu
(benar). Artinya selalu berkata benar, tidak pernah berdusta dalam keadaan
bagaimanapun. Apa pun yang dikatakan oleh seorang Rasul, baik berupa berita,
janji, ramalan masa depan dan lain-lain selalu mengandung kebenaran. Mustahil
seorang Rasul mempunyai sifat kazib atau pendusta, karena hal tersebut
menyebabkan tidak adanya orang yang akan membenarkan risalahnya. Sedangkan
orang biasa saja yang mempunyai sifat pendusta, tidak akan dipercaya orang,
apalagi seorang Rasul.
2.
Al-Amanah
(dipercaya). Artinya seorang Rasul selalu menjaga dan menunaikan amanah yang
dipikulkan ke pundaknya. Perbuatannya akan selalu sama dengan perkataannya. Dia
akan selalu menjaga amanah kapan dan dimana pun, baik dilihat dan diketahui
oleh orang lain maupun tidak. Oleh sebab itu mustahil seorang Rasul berkhianat,
melanggar amanat atau tidak seia kata dan perbuatan. Seseorang yang memiliki
sifat khianat tidak pantas menjadi Nabi, apalagi rasul.
3.
At-Tabligh
(menyampaikan). Artinya seorang Rasul akan menyampaikan apa saja yang
diperintahkan oleh Allah SWT untuk disampaikan. Tidak akan ada satu pun bujukan
atau ancaman yang menyebabkan dia menyembunyikan sebagian dari wahyu yang wajib
disampaikannya. Mustahil seorang Rasul menyembunyikan wahyu Ilahi. Jika itu
terjadi tentu batal nubuwah dan risalahnya.
4.
Al-Fathanah
(cerdas). Artinya seorang Rasul memiliki tingkat kecerdasanyang tinggi, pikiran
yang jernih, penuh kearifan dan kebijaksanaan. Dia akan mampu mengatasi
persoalan yang paling dilematis sekalipun tanpa harus meninggalkan kejujuran
dan kebenaran.
Setiap Nabi dan Rasul ma’shum artinya terpelihara dari
segala macam dosa, baik yang kecil apalagi yang besar. Tetapi sebagai manusia
biasa yang juga tidak terbebas dari sifat lupa seorang Nabi dan Rasul bisa saja
melakukan kekhilafan seperti kekhilafan yang dilakukan oleh Nabi Adam AS (mendekati
pohon larangan) akibat godaan syetan. Juga seorang Nabi dan Rasul untuk hal-hal
yang tidak dibimbingkan langsung oleh Allah SWT bisa saja menghasilkan suatu
ijtihad yang keliru, seperti keputusan Rasulullah SAW tentang tawanan perang
Badar (menerima usulan menawan musuh-musuh yang tertangkap dalam perang Badar
dan menolak usulan Umar untuk membunuh mereka) yang kemudian ditegur oleh Allah
SWT. Hanya dengan dua model itulah (terlupa dan berijtihad) seorang Nabi dan
rasul mungkin melakukan kekhilafan. Tapi menurut Sayid Sabiq kedua model di
atas tidaklah bisa kita katakan sebagai suatu kemaksiatan dan kedurhakaan.
Untuk kasus Nabi Adam AS misalnya Sayid Sabiq mengemukakan bahwa dalam surat
Thaha 20 : 115 Allah SWT menyatakan bahwa Adam lupa dengan perintah Allah untuk
tidak mendekati pohon larangan. Dalam surat Al-Ahzab 33: 5 Allah SWT menyatakan
bahwa tidak ada dosa atas sesuatu yang dilakukan karena ketidaksengajaan atau
karena lupa. Selanjutnya mengomentari firman Allah dalam surat Thaha 20: 121 yang
menyebutkan bahwa Adam telah bermaksiat kepada Tuhannya, Sayid Sabiq mengatakan
: “Kelalaian yang diperbuat oleh Nabi Allah Adam AS itu oleh Al-Qur’an Al-Karim
dikemukakan sebagai suatu kemaksiatan sebab menilik kedudukan Adam AS yang diciptakan oleh Allah Ta’ala dengan tangan kekuasaan-Nya secara
langsung .... Kiranya seseorang yang sedemikian hal ihwalnya rasanya tidak
patut kalau sampai melupakan apa-apa yang telah diwasiatkan serta apa-apa yang
telah dijanjikan oleh Allah Ta’ala padanya. Jadi dalam hal ini seirama dengan
suatu ucapan yaitu : Kebaikan bagi manusia yang berbuat baik setaraf nilainya
dengan keburukan bagi orang yang sudah taqarrub kepada Tuhan” (Sayid Sabiq,
1986, hal.296). Sedangkan mengenai kasus tawanan perang Badar di atas ayid Sabiq
memberikan komentar: “Sebagaimana kita ketahui, dalam peristiwa seperti di atas
itulah Rasulullah SAW tidak dapat berbuat lain, kecuali hanya dengan berijtihad
untuk mengambil keputusan yang dipandangnya baik, sebab nyata-nyata tidak ada
wahyu sedikit pun yang mengikatnya, bagaimana yang harus diperbuat olehnya.
Keputusan yang dilaksnakan itu bukannya suatu kesalahan atau kekeliruan apalagi
kemaksiatan. Sebabnya ialah karena seorang Rasul tidak patut berbuat semacam
itu, hanya saja ada keputusan yang sebenarnya lebih baik, tetapi yang ini tidak
dimakluminya lalu diambil sajalah keputusan yang baik,” (Sayid Sabiq, 1986,
hal.313-314).
Kita tentu sependapat dengan Sayid Sabiq bahwa kekhilafan dan
kekeliruan ijtihad yang dilakukan oleh seorang Nabi dan Rasul bukanlah suatu
kemaksiatan atau kedurhakaan, karena kemaksiatan mustahil dilakukan oleh
seseorang yang dipilih oleh Allah SWT untuk mengemban tugas suci.
Akhirnya bisa kita katakan bahwa kekhilafan dan kekeliruan ijtihad
yang dilakukan oleh seorang Nabi dan Rasul tidaklah menghilangkan sifat
kema’sshumannya karena kekhilafan dan kekeliruan betapa pun kecilnya selalu
mendapat koreksi dari Allah SWT, sehingga selain hal-hal yang dikoreksi itu
para Nabi dan Rasul selalu menjadi anutan dan teladan bagi umat manusia,
terutama para pengikutnya.
D.
Tugas Dan Mukjizat Para Rasul
Semua Rasul yang diutus oleh Allah SWT mempunyai tugas yang sama
yaitu menegakkan kalimat Tauhid La
Ilaha Illallah,mengajak umat manusia hanya beribadah kapada Allah SWT
semata, menjauhi segala macam Thaghut dan menegakkan agama (iqamatu
ad-din). Islam dalam seluruh kehidupan.
Tentang
hal ini Allah SWT berfirman:
وَمَاأَرْسَلْنَامِنْ
قَبْلِكَ مِنْ رَسُوْلٍ اِلاَّ نُوْحِۤى اِلَيْهِ أَنَّهٗ لاَاِلٰهَ اِلاَّ
أَنَافَاعْبُدُوْنِ
“
Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan
kepadanya: “ Bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Aku, maka sembahlah olehmu
sekalian akan Aku.” (Al-Anbiya’ 21: 25).
وَلَقَدْ
بَعَثْنَافِى كُلِّ أُمَّةٍ رَسُوْلاً أَنِ اعْبُدُوااللهَ
وَاجْتَنِبُوْاالطَّاغُوْتَ
“ Dan
sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan):
“Sembahlah Allah saja, dan jauhilah Thaqhut.” (An-Nahl 16: 36).
شَرَعَ لَكُمْ مِنَ الدِّيْنِ مَاوَصّٰى بِهٖ
نُوْحًاوَالَّذٖىْۤ أَوْحَيْنَاۤ اِلَيْكَ وَمَاوَصَّيْنَابِهٖۤ اِبْرٰهِيْمَ
وَمُوْسٰى وَعِيْسٰۤى أَنْ أَقِيْمُواالدِّيْنَ وَلاَتَتَفَرَّقُوْافِيْهِ ۚ
“ Dan
telah mensyari’atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya
kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami
wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah
kamu berpecah belah tentangnya...”(Asy-Syura 42: 13).
Dalam menjalankan tugasnya itu para Rasul berperan sebagai mubasysyirin
dan munzirin artinya memberikan kabar gembira bahwa Allah SWT akan
memberikan keridhaan, pahala dan balasan surga bagi orang yang beriman dan
taat, dan memberikan peringatan akan kemarahan dan azab Allah SWT bagi yang tidak
mau beriman dan bagi yang durhaka. Allah berfirman:
وَمَانُرْسِلُ الْمُرْسَلِيْنَ اِلاَّ مُبَشِّرِيْنَ
وَمُنْذِرِيْنَ ۖفَمَنْ أٰمَنَ وَأَصْلَحَ فَلَاخَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَ هُمْ
يَحْزَنُوْنَ وَالَّذِيْنَ كَذَّبُوْابِاٰيٰتِنَايَمَسُّهُمُ الْعَذَابُ بِمَا
كَانُوْايَفْسُقُوْنَ
“
Dan tidaklah kami mengutus para Rasul itu melainkan untuk memberi kabar gembira
dan memberi peringatan. Barang siapa yang beriman dan mengadakan perbaikan,
maka tak adakekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati.
Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat kami, mereka akan ditimpa siksa
disebabkan mereka selalu berbuat fasik.” (Al-An’am 6: 48-49).
Untuk membuktikan kerasulan dan kebenaran ajaran yang dibawa
mereka, serta untuk menjawab tantangan dan mematahkan argumentasi para
penentang, para Rasul dilengkapi oleh Allah SWT dengan mukjizat yaitu kejadian luar
biasa (khawariqul ‘adah) yang terjadi atas izin Allah SWT. Mukjizat para
rasul berbeda-beda satu sama lain sesuai dengan kecenderungan umat
masing-masing atau situasi yang menghendaki. Misalnya mukjizat Nabi Ibrahim AS
tidak hangus terbakar di dalam api besar yang menyala, bahkan Beliau merasakan
kenyamanan berada di dalamnya, bukanlah dengan maksud mendemonstrasikan
kemampuannya “tahan api”, tetapi memang keadaan waktu itu yang menyebabkan
Allah memilihkan mukjizat ini untuk Ibrahim Khalilullah . Mukjizat Nabi
Musa antara lain membelah lautan dengan tongkat, lalu terbentang jalan raya di
tengahn ya, atau sebelumnya tongkat menjadi ular besar yang melahap habis
ular-ular tukang sihir suruhan Fir’aun. Memang sesuai dengan tantangan dan
situasi yang dihadapi oleh Musa Khalilullah waktu itu. Begitu juga
mukjizat Nabi Isa As bisa menyembuhkan bermacam-macam penyakit berat yang tidak
mampu disembuhkan oleh dokter-dokter ahli waktu itu sesuai dengan kecenderungan
dan prestasi pengobatan masa itu. Tapi khusus untuk Nabi Muhammad SAW di
samping mukjizat yang hissiyah (inderawi) seperti keluar air dari
sela-sela jari-jarinya untuk keperluan para sahabat berwudhu, Beliau dilengkapi
dengan mukjizat yang abadi sepanjang zaman yaitu Kitab Suci Al-Qur’an. Hal itu
sesuai dengan tugas Beliau sebagai Rasul untuk seluruh umat manusia sampai
akhir zaman nanti, berbeda dengan rasul-rasul sebelumnya yang hanya diutus
untuk umat dan masa tertentu saja.
Kejadian luar biasa (khawariqul ‘adah) bisa juga terjadi
pada orang-orang shaleh yang sangat dekat dengan Allah SWT atau yang lazim
disebut Waliullah seperti makanan yang selalu tersedia di Mighrab tempat
maryam ibunda ‘Isa berada, pada hal tidak ada yang mengantarkannya. Tatkala hal
itu ditanyakan oleh Zakariya, Maryam menjelaskan bahwa makanan itu dar Allah
SWT. Mari kita bacafirman Allah yang menceritakan kisah tersebut:
كُلَّمَادَخَلَ
عَلَيْهَازَكَرِيَّاالْمِحْرَابَ وَجَدَعِنْدَهَارِزْقًا ۖقَالَ يٰمَرْيَمُ أَنٰىْ
لَكِ هٰذَا ۖقَالَتْ هُوَمِنْ عِنْدِاللهِ ۖاِنَّ اللهَ يَرْزُقَ مَنْ
يَشَۤاءُبِغَيْرِحِسَابٍ
“...Setiap Zakariya masuk untuk manemui Maryam di Mighrab, ia
dapati makanan di sisinya. Zakariya berkata” “Hai Maryam dari mana kamu
memperoleh makanan ini?” Maryam menjawab: “ Makanan itu dari sisi Allah.”
Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa
hizab.” (Al-‘Imran 3: 37).
Kalau terjadi pada diri Nabi dan Rasul disebut Mukjizat, tapi kalau
terjadi pada Waliullah dinamakan Karamah (keramat).
Baik
mukjizat maupun karamah kedua-duanya hanya semata-mata pemberian Allah SWT ,
sama sekali tidak bisa diusahakan atau dipelajari, apalagi diajarkan. Datangnya
pun tidak bisa diduga, dan hal yang sama belum tentu terjadi dua kali. Kalau
mukjizat dimaksudkan untuk membuktikan kenabian dan kerasulan serta untuk
menjawab tantangan yang dihadapi oleh para Nabi dan Rasul, maka keramah
dimaksudkan untuk memuliakan para kekasih Allah tersebut.
Selain daripada itu, segala bentuk kejadian luar biasa digolongkan
kepada ilmu yang bisa benar dan bisa salah, bisa sebenarnya terjadi dengan
sebab-sebab yang tidak diketahui oleh orang yang menyaksikannya atau hanya
semacam tpuan atau sulap yang tidak mengubah kenyataan sedikit pun, seperti
halnya tali-tali yang disihir oleh tukang sihir suruhan Fir’aun sehinggaa
menjadi ular-ular, pada hakikatnya tali itu tetap tali, Cuma dengan ilmu yang
dimiliki oleh tukang sihir tersebut seolah-olah tali-tali tersebut terlihat
sebagai ular beneran.
Dengan demikian jelaslah bagi kita bahwa kesaktian yang dimiliki
oleh orang-orang tertentu yang bisa dipertontonkan , bisa diajarkan dan bisa
pula dipelajari, bukanlah karamah atau keramat, karena karamah tidak bisa
dimiliki, tidak bisa dipelajari, apa lagi diajarkan.
E.
Rasul-Rasul Yang Ulul ‘Azmi
Rasul-Rasul yang digelari Ulul ‘Azmi ada lima orang yaitu:
Muhammad, Nuh, Ibrahim, Musa dan ‘Isa ‘alaihimus shalatu was-salam. Tentang hal
itu Allah berfirman:
فَاصْبِرْكَمَاصَبَرَأُولُواالْعَزْمِ
مِنَ الرُّسُلِ
“
Maka bersabarlah kamu seperti bersabarnya Rasul-Rasul yang
Ulul’Azmi...”(Al-Ahqaf 46: 35).
وَاِذْأَخَذْنَامِنَ
النَّبِيّٖنَ مِيْثَاقَهُمْ وَمِنْكَ وَمِنْ نُوْحٍ وَاِبْرٰهِيْمَ وَمُوْسٰى
ابْنِ مَرْيَمَ وَأَخَذْنَامِنْهُمْ مِيْشَاقًاغَلِيْظًا
“
Dan ingatlah ketika Kami mengambil perjanjian dari Nabi-Nabi dan dari kamu
(Muhammad), dari Nuh, Ibrahim, Musa dan Isa putra Maryam, dan Kami telah
mengambil dari mereka perjanjian yang teguh.” (Al-Ahzab 33: 7).
Ulul ‘Azmi maksudnya teguh
hati, tabah, sabar, segla cita-cita dikejar dengan segenap tenaga yang
dimiliki, hingga akhirnya tercapai juga. Sedangkan Rasul-Rasul yang Ulul
‘Azmi maksudnya adalah para Rasul yang paling banyak mendapat tantangan,
paling banyak penderitaa, tapi mereka tetap teguh, tabah sabar dan terus
berjuang hingga mereka berhasil mengemban tugas yang dipikulkan oleh Allah SWT.
F.
Muhammad Rasulullah SAW Nabi Yang Terakhir
Nabi Muhammad SAW diutus Allah SWT sebagai Nabi dan sekaligus Rasul
yang terakhir dari seluruh rangkaian Nabi dan Rasul. Tidak ada lagi Nabi sesudah
Beliau. Hal itu ditegaskan oleh Allah SWT dalam firman-Nya:
مَا
كَانَ مُحَمَّدٌأَبٰۤاأَحَدٍ مِنْ رِجَالِكُمْ وَلٰكِنْ رَسُوْلَ اللهِ وَخَاتَمَ
النَّبِيّٖنَ وَكَانَ اللهُ بِكُلِّ شَيْئٍ عَلِيْمًا
“
Muhammad itu sekali-sekali bukan bapak dari seorang laki-laki di antara kamu,
tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup Nabi-Nabi (Khatamun Nabiyyin). Dan
adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (Al-Ahzab 33: 40).
Sebagai Nabi yang terakhir Beliau telah menyempurnakan “bangunan” dinullah
yang telah mulai dikerjakan secara bertahap oleh para Nabi dan Rasul
sebelumnya. Sehingga sekarang bangunan itu menjadi indah dan sempurna.
Perumpamaan seperti itu diberikan sendiri oleh beliau dalam sabdanya:
مَثَلٖى
وَمَثَلُ الْأَنْبِيَاءِكَمَثَلِ رَجُلٍ بَنٰى بُنْيَانًافَأَحْسَنَهٗ
وَأَجْمَلَهَ اِلَّامَوْضِعَ لَبْنَةٍ مِنْ زَاوِيَةٍ مِنْ زَوَايَاهُ فَجَعَلَ
النَّاسُ يَطُوْفُوْنَ بِهٖ وَيَعْجَبُوْنَ لَهٗ,وَيَقُوْلُوْنَ : هَلاَّوُضِعَتْ
هٰذِهِ الَّلبْنَةُ, قَالَ : فَأَنَاالَّلبْنَهُ وَأَنَاخَاتَمَ النَّبِيّٖيْنَ –
متفق عليه –
“ Perumpamaan aku dan seluruh Nabi-Nabi lainnya adalah seperti
seseorang yang mendirikan bangunan, ia telah menyempurnakan dan memperindah
bangunan itu seluruhnyakecuali hanya sebuah batu bata yang belum dipasang di
salah satu sudut bangunan itu. Orang-orang yang mengelilingi dan mengagumi
bangunan itu memberikan komentar: “ Alangkah baiknya kalau batu bata itu
diletakkan di tempat yang kosong itu.” Sayalah batu bata itu, dan sayalah
penutup Nabi-Nabi itu.” (Hadits Muttafaqun “alaih).
Sebagai Nabi yang terakhir, dengan bangunan dinullah yang indah dan
sempurna, Muhammad Rasulullah SAW diutus oleh Allah SWT untuk seluruh umat
manusia sepanjang zaman sampai hari kiamat nanti. Hal itu ditegaskan oleh Allah
SWT dalam firman-Nya:
وَمَاۤأَرْسَلْنٰكَ
اِلاَّ كَاۤفَّةً لِلنَّاسِ بَشِيْرًاوَنَذِيْرًا
“
Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai
pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan....” (Saba’ 34: 28).
قُلْ
يَۤاَيُّهَا النَّاسُ اِنِّى رَسُوْلُ اللهِ اِلَيْكُمْ جَمِيْعًا
“Katakanlah:
“Hai manusia, sesungguhnya aku (Muhammad) adalah utusan Allah kepadamu
semua...” (Al-A’raf 7: 158).
v Riwayat Hidup Ringkas Rasulullah Saw
Beliau dilahirkan di
Mekkah pada tanggal 12 Rabi’ul Awwal Tahun Gajah, bertepatan dengan tahun 571
M. Ibunya bernama Aminah binti Wahab bin Zuhrah bin ‘Abdi Manaf. Bapaknya
bernama Abdullah bin Abdul Muthalib binHasyim bin ‘Abdi Manaf. Garis keturunan
ibu bapa Rasulullah SAW bertemu pada
‘Abdi Manaf bin Qushay, yang kalau
diteruskan ke atas lebih kurang 17 keturunan lagi bertemu dengan Nabi Ismail
As.
Beliau lahir sebagai
seorang yatim. Waktu balita disusui oleh Halimah As-Sa’diyah diperkampungan
bani Sa’ad Thaif. Pada umur6 tahun ibunya meninggal dunia sehabis ziarah ke
Yatsrib. Sejak itu sampai umur 8 tahun
Beliau di asuh oleh kakeknya Abdul Muthalib.
Seterusnya diasuh Abu
Thalib beliau sudah berusaha sendiri mencari nafkah membantu pamannya dengan
mengembalakan ternak dan ikut berdagang ke Syam.
Pada umur 25 tahun Beliau menikah dengan
Khadijah binti Khuwailid, seorang janda kaya bangsawan Quraisy yang dikenal
berbudi baik. Dengan Khadijah Beliau mendapatkan 2 orang anak laki-laki (Qasim
dan abdullah) dan empat orang anak perempuan (Fatimah, Zainab, Ruqayyah dan
Ummu Kaltsum). Sepeninggal Khadijah RA Beliau menikah beberapa kali lagi antara
lain dengan ‘Aisyah putri Abu Bakar, Hafsyah putri Umar, Maria Al-Qibthiyah
Beliau mendapatkan seorang putra yang diberi nama Ibrahim. Semua anak laki-laki
Beliau meninggal waktu kecil.
Umur
40 tahun Beliau diangkat menjadi Nabi, ditandai dengan wahyu yang pertama di
Goa Hira’ waktu Beliau sedang mengasingkan diri untuk merenung (tahanuts).
Sejak itu secara bertahap Beliau menerima wahyu sampai akhirnya lengkap sebagai
sebuah Kitab Suci. Turunnya wahyu tersebut mencakup dua periode yaitu periode
Mekkah dan periode Madinah.
Beliau memulai
menyampaikan dakwahnya kepada keluarga sendiri, kemudian keluarga terdekat,
sahabat-sahabat dan seterusnya kepada orang banyak. Mula-mula Beliau berdakwah
( ± 2 tahun) mengingat suasana Mekkah yang tidak mengizinkan untuk berdakwah
secara terang-terangan. Setelah berdakwah terang-terangan Beliau banyak
mendapat hambatan, tantangan dan cobaan-cobaan terutama dari kaum musyrikin
Quraisy. Beliau pernah mencoba hijrah ke Thaif tetapi tidak mendapat sambutan
baik, bahkan diempari dengan batu. Akhirnya sewaktu Beliau berumur 52 tahun
Allah SWT memerintahkan Beliau dan kaum muslimin hijrah ke Yasrib yang kemudian
menjadi Madinah. Selama periode Madinah terjadi beberapa peperangan dengan
berbagai pihak yang menentang, di antaranya adalah perang Badar, Uhud, Khandaq,
Hunain dan lain-lain. Akhirnya Beliau dapat kembali ke Mekkah sebagai pemenang
(Fathu Makkah) tetapi tidak menetap di sana. Pada bulan Rabi’ul Awwal
tahun 633 pada umur 62 tahun Beliau meninggal dunia.
Pada umur 52 tahun
Beliau mengalami satu peristiwa yang luar biasa yaitu Isra’ Mi’raj. Peristiwa
itu terjadi pada tahun duka cita (‘amul hazni) setelah Khadijah dan Abu
Thalib meninggal dunia.
Profil
Nabi Muhammad SAW sebagai Pembawa Risalah
1.
Mempunyai
fisik yang sempurna, lidah yang fasih dan otak yang cerdas.
2.
Memerlukan
makan, minum, tidur, pakaian dan kebutuhan fisik lainnya. Merasa sakit, senang
dan perasaan lainnya seperti manusia biasa.
3.
Mempunyai
istri dan anak-anak.
4.
Buta
huruf (ummi), tidak bisa membaca dan menulis dan tidak pernah berguru
kepada siapa pun.
5.
Dipelihara
oleh Allah SWT dari segala perbuatan yang tidak baik dari kecil, sehingga
seluruh kehidupan Beliau penuh dengan keteladanan.
6.
Berasal
dari keturunan (nasab) yang mulia dan terpandang.
7.
Berakhlak
mulia (shidiq, amanah, tabligh, fathanah, sabar, pemaaf, penyayang, penyantun,
pemberani, pemurah dan lain-lain).
8.
Memulai
dakwah Islam kepada keluarga dan orang-orang terdekat sebelum kepada masyarakat
umum.
9.
Tabah
dalam menghadapi segala penderitaan dan cobaan dalam menyampaikan Risalah
Islamiyah.
10.
Memiliki
taktik dan strategi dakwah yang sangat tepat sehingga bisa berhasil dengan
gemilang dalam waktu singkat.
Hal
itu terlihat antara lain pada nuktah berikut ini:
a.
Dakwah
secara rahasia.
b.
Dakwah
secara terang-terangan.
c.
Kaderisasi
di rumah Al-Arqam bin Abil Arqam.
d.
Memerintah
kepada beberapa orang sahabat untuk mencari perlindungan ke Habsyah.
e.
Berusaha
hijrah ke Thaif.
f.
Hijrah
ke Madinah.
g.
Membangun
masjid sebagai pusat pembinaan umat.
h.
Membuat
konstitusi Madinah.
i.
Perang.
j.
Mengirim
surat dan utusan kepada pembesar-pembesar di luar negeri.
k.
Dan
lain-lain.
11.
Memiliki
kepribadian yang sempurna dalam segala segi, baik sebagai suami, bapak,
sahabat, guru, panglima perang maupun sebagai kepala negara, sehingga Beliau
menjadi uswatun hasanah bagi seluruh umat manusia.
12.
Selalu
dibimbing oleh Allah SWT dengan wahyu, baik yang langsung (Al-Qur’an) maupun
yang tidak langsung (Hadits Qudsi dan Hadits Nabawi). (Hakikat Islam, BPK,
1991, dengan tambahan).
v
Beberapa
Bukti Kebenaran Nubuwah dan Risalah Nabi Muhammad SAW
Ada beberapa bukti yang menunjukkan kebenaran Nubuwah dan Risalah
Nabi Besar Muhammad SAW, antara lain:
1.
Basyarat
(berita tentang kedatangan Nabi Muhammad SAW) yang terdapat pada
Kitab-Kitab Suci sebelumnya. Al-Qur’an menyebutkan tentang adanya basyarat itu
dalam beberapa ayat, antara lain:
وِذْقَاَالَ
عِيْسَى ابْنُ مَرْيَمَ يٰبَنِى اِسْرَۤاءِيْلَ اِنِىْ رَسُوْلُ اللهِ اِلَيْكَمْ
مُصَدِّقًالِمَاَبَيْنَ يَدَىَّ مِنَ التَّوْرٰىةِوَمُبَشِّرًابِرَسُوْلٍ يَأْتِى
مِنْ بَعْدِى اسْمُهُۤ أَحْمَدُفَلَمَّاۤجَاۤءَهُمْ بِالْبَيِّنٰتِ
قَالُواهٰذَاسِحْرٌمُبِيْنٌ
“ Dan ingatlah ketika Isa putra Maryam berkata: “ Hai Bani Israil,
sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan Kitab Suci
sebelumku, yaitu Taurat dan memberi kabar gembira dengan (datangnya) seorang
Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad). “ Maka Tatkala
Rasul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata mereka berkata:
“ Ini adalah sihir yang nyata.” (As-Shaf 61: 6).
اَلَّذِيْنَ
يَتَّبِعُوْنَ الرَّسُوْلَ النَّبِىَّ الاُمِّيَّ الَّذِيْ يَجِدُوْنَهٗ
مَكْتُوْبًاعِنْدَهُمْ فِى التَّوْرٰىةِوَالْاِنْجِيْلِ
“ Yaitu orang-orang yang mengikuti rasul, Nabi
yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang
ada di sisi mereka...” (Al-A’raf 7:157).
Bahkan di dalam
Taurat dan Injil dijelaskan juga ciri-ciri dan tanda-tanda serta sifat-sifat Nabi yang
terakhir itu, sehingga ulama ahlul kitab sangat mengerti dan menunggu
kedatangannya. Al-Qur’an mengatakan mereka (ulama ahlul kitab) telah
mengenal Nabi Muhammad SAW (sebelum kedatangannya) seperti mereka mengenal
anak-anaknya sendiri:
اَلَّذِيْنَ
اٰتَيْنَهُمْ الْكِتٰبَ يَعْرِفُوْنَهٗ كَمَايَعْرِفُوْنَ أَبْنۤاءَهُمْ
“Orang-orang yang telah Kami berikan Kitab kepadanya, mereka
mengenalnya (Muhammad) seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri.” (Al-An’am
6: 20).
Sebagai contoh Ahlul
Kitab yang sangat mengenal Nabi Muhammad SAW sebelum kedatanagan Beliau
adalah Salman Al-Farisi, Kaisar Heraklius, Raja Najasyi, Abdullah bin Salam dan
lain-lain. Kita kutip komentar Heraklius kepada Abu Sofyan: “ Sebelumnya saya
sudah tahu akan datang seorang Nabi, tetapi saya tidak menduga kalau Nabi itu
datang dari bangsa kalian.” (Ar-Rasul oleh Sa’id Hawwa, jilid II,1979, hal.
228).
Tetapi Ahlul Kitab
telah menghapus dan memalsukan basyarat itu sehingga sulit didapatkan
teksnya dalam Taurat dan Injil sekarang ini. Namun demikian masih tetap ada
beberapa bagian dari Al-Kitab sekarang ini yang memuat basyarat
itu. Sa’id Hawwa mencatat 17 basyarat yang dia temukan (Ar-Rasul, hal.
227-228), Al-Jazairy mencatat 3 basyarat (‘Aqidah Al-Mukmin, hal.
294-295), Sayid Sabiq menyebutkan 4 basyarat (‘Aqidah-Islam, hal.
334-336).
2.
Mukjizat yang
dianugerahkan oleh Allah SWT kepada Beliau antara lain:
a.
Al-Qur’an
Al-Karim sebagai mukjizat abadi.
b.
Keluar
air dari sela-sela jari Beliau yang cukup untuk memberi minum 1400 orang
laki-laki perempuan (HR. Bukhari).
c.
Melipatgandakan
makanan sehingga makanan yang sedikit cukup untuk lebih kurang 1000 orang
prajurit waktu perang Khandaq (Hadits Muttafaqun ‘alaih).
d.
Mengembalikan
mata Qatadah yang tercukil waktu perang Uhud, sehingga kembali seperti semula
(Sirah Ibn Hisyam).
e.
Makanan
mengucapkan tasbih di hadapan Beliau yang bisa didengar oleh para sahabat (HR.
Bukhari).
f.
Bulan
terbelah dua menjawab permintaan orang-orang Quraisy (Al-Qamar 54:1).
g.
Batu
dan pohon kayu memberikan salam kepada Beliau yang bisa didengar dan disaksikan
oleh orang banyak (HR. Bukhari, dan Tirmizi).
h.
Peristiwa
Isra’ Mi’raj.
3.
Nubuat (ramalan tentang apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang)
yang selalu tepat. Misalnya antara lain:
a. Nubuat tentang akan mati syahidnya Umar dan Ustman. Diriwayatkan oleh Anas
bin Malik RA bahwa tatkala Rasulullah SAW, Abu Bakar, Umar dan Utsman mendaki
bukit Uhud Beliau bersabda: “ Kokohlah wahai Uhud, di atasmu ada Nabi, Shidiq
dan dua orang Syahid (As-Syahiidani)” (HR. Bukhari).
b. Nubuat tentang tidak akan terjadinya fitnah antara sesama Muslimin selama
Umar masih hidup. Rasulullah SAW bersabda: “Fitnah tidak akan menimpamu selama
bersamamu masih ada Umar.” (HR. Thabrani). Sejarah mencatat bahwa fitnah itu
terjadi pertama kali di zaman Usman bin ‘Affan.
c. Nubuat tentang Hasan bin Ali, cucu Rasulullah SAW yang akan menjadi
pendamai antara dua golongan besar kaum Muslimin. Rasulullah SAW bersabda: “
Sesungguhnya cucuku ini pemimpin, semoga allah menjadikan dia pendamai antara
dua golongan besar kaum Muslimin.” (HR. Bukhari). Sejarah mencatat tanazul
(mundur)nya hasan dari jabatan Khalifah dan memberikannya kepada
Mu’awiyah bin Abi Sufyan telah mendamaikan kelompok Ali dan Mu’awiyah.
d. Nubuat tentang Sa’ad bin Abi Waqas waktu dia sakit keras di Mekkah yang
diduga akan meninggal dunia. Rasulullah SAW bersabda kepadanya: “Semoga engkau
hidup (sehat) sehingga engkau bisa memberi manfaat kepada beberapa kaum dan
memberi mudharat kepada yang lainnya.” (HR. Syaikhan). Sejarah mencatat bahwa
Sa’ad sehat dan kemudian berhasil menaklukan Iraq. Melalui dia banyak yang yang
masuk Islam (mendapat manfaat) dan tentu saja orang-orang kafir yang
dikalahkannya mendapat mudharat. Tentu masih banyak lagi nubuat Rasulullah SAW
selain yang telah disebutkan di atas, misalnya tentang masa kekhalifahan 30
tahun sepeninggal Rasul, sesudah itu datang masa pemerintahan Raja-Raja yang
menggigit...(HR. Abu Daud), terbukti dengan berakhirnya kekhalifahan Hasan bin
Ali dan mulainya pemerintahan sistem kerajaan di masa Mu’awiyah bin Abi Sufyan.
Atau ramalan tentang keadaan umat Islam yang akan diperebutkan oleh musuh-musuh
seperti makanan yang diperebutkan oleh binatang yang lapar, bukan karena jumlah
umat Islam yang sedikit, tapi karena tidak berkualitas disebabkan penyakit wahan
(cinta dunia) dan takut mati (HR. Abu Daud). Atau nubuat tentang
tanda-tanda hari kiamat serta nubuat lain-lainnya (untuk mengetahui
lebih terperinci baca Ar-Rasul hal. 121-142 jilid II).
4.
Kesaksian
milyaran umat Islam sejak dahulu sampai sekarang yang telah mengucapkan dua
kalimat syahadah. Suatu kesaksian yang sangat mutawatir sekali.
5.
Kenyataan
bahwa Rasulullah SAW yang membawa ajaran yang begitu lengkap dan sempurna
adalah seorang ummi yang tidak bisa membaca dan menulis dan tidak pernah
berguru kepada siapa pun. Dan Rasulullah SAW tidak menyampaikan ajaran apa pun
sebelum berumur 40 tahun sebelum wahyu pertama turun.
Demikianlah beberapa bukti kebenaran
Nubuwah dan Risalah Nabi Muhammad SAW. Lebih dari itu semua, bagi
kita yang beriman, semata firman Allah SWT dalam AL-Qur’an saja sudah cukup
menjadi bukti akan kebenaran bahwa Beliau memang seorang Nabi dan Rasul yang
terakhir diutus oleh Allah SWT untuk membimbing umat manusia sampai akhir zaman
nanti.
G.
Iman Kepada Seluruh Nabi dan Rasul
Seorang
muslim wajib beriman kepada seluruh Nabi dan Rasul yang telah diutus oleh Allah
SWT, baik yang disebutkan namanya maupun yang tidak disebutkan. Bagi yang tidak
disebutkan namanya kita wajib beriman secara ijmal saja, sedangkan bagi
disebutkan namanya kita wajib beriman secara tafshil.
Seorang
muslim wajib membenarkan semua Rasul dengan sifat-sifat, kelebihan dan
keistimewaan satu sama lain, tugas dan mukjizat masing-masing seperti yang
dijelaskan oleh Allah dan Rasul-Nya di dalam Al-Qur’an Al-Karim dan Sunnah
Rasul. Tidak sah iman seseorang yang menolak walau hanya satu orang Nabi atau
Rasul dari seluruh Nabi dan Rasul-Rasul yang diutus oleh Allah SWT. Dalam hal
ini Allah berfirman:
اِنَّ
الَّذِيْنَ يَكْفُرُوْنَ بِاللهِ وَرُسُلِهٖ وَيُرِيْدُوْنَ أَنْ
يُفَرِّقُوْابِيْنَ اللهِ وَرُسُلِهٖ وَيَقُوْلُوْنَ نُؤْمِنُ بِبَعْضٍ وَنَكْفُرُ
بِبَعْضٍ وَيُرِيْدُوْنَ أَنْ يَتَّخِدُوْابَيْنَ دٰلِكَ سَبِيْلاً, اُولٰۤئِكَ
هُمُ الْكٰفِرُوْنَ حَقًا وَأَعْتَدْنَالِلْكٰفِرِيْنَ عَذَابًامُهِيْنًا
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir
kepada allah dan Rasul-Rasul-Nya, dan bermaksud memperbedakan antara Allah dan
Rasul-Rasul-Nya, dengan mengatakan; “ Kami beriman kepada yang sebagian dan
kafir terhadap sebagian yang lain.” Serta bermaksud mengambil jalan tengah di
antara yang demikian itu. Merekalah orang-orang yang benar-benar kafir itu
siksaan yang menghinakan.” (An-Nisa’ 4: 150-151).
Seorang
muslim wajib mengimani bahwa nabi Muhammad SAW adalah penutup sekalian
Nabi-Nabi. Tidak ada lagi nabi sesudah Beliau. Nabi Muhammad SAW adalah Afdhalul
anbiya’ wal mursalin (yang paling
utama dari seluruh Nabi dan Rasul) dan tentu saja afdhalul khalq
(makhluk Allah yang paling utama) (HR. Muslim dan Tirmizi). Sebagian mafassir
menafsirkan bahwab yang dimaksud dengan
وَرَفَعَ
بَعْضَهُوْدَرَجٰتٍ
Dalam firman Allah:
تِلْكَ
الرَّسُلُ فَضَّلْنَابَعْضَهُمْ عَلٰى بَعْضٍ مِنْهُمْ مَنْ كَلَّمَ اللهُ
وَرَفَعَ بَعْضَهُمْ دَرَجٰتٍ
“Rasul-Rasul itu Kami lebihkan
sebagian mereka atas sebagian yang lain. Di antara mereka ada yang Allah
berkata-kata (langsung dengan dia) dan sebagiannya Allah meninggikannya
beberapa derajat (yaitu Nabi Muhammad SAW)...”(Al-Baqarah 2: 253), adalah Nabi
Muhammad Shallahu ‘alaihi wa-sallam.
Namun
demikian seorang Muslim hanya wajib mengikuti dan melaksanakan Syari’at yang di
bawa oleh Nabi Muhammad SAW, karena Syari’at yang dibawa oleh Rasul-Rasul
terdahulu khusus untuk umatnya masing-masing, sedangkan Syari’at Islam yang
dibawa oleh Rasulullah SAW berlaku umum untuk seluruh umat manusia.
Seorang
muslim wajib mencintai Rasulullah SAW melebihi cintanya kepada siapa atau apa
saja selain Allah. Rasulullah SAW bersabda:
لاَيُؤْمِنُ
أَحَدُكُمْ حَتّٰى أَكُوْنَ أَحَبَّ اِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ
وَالنَّاسِ أَجْمَعِيْنَ – متفق عليه -
“Tidak beriman salah seorang kamu
sebelum aku (Muhammad) lebih dia cintai dari pada orang tua, anak-anak dan
manusia lain keseluruhannya.” (Hadits Muttafaqun ‘alaihi).
Allah
SWT menjadikan ittiba’ur Rasul (mengikuti Rasulullah SAW) sebagai bukti
cinta kepada-Nya. Allah berfirman:
قُلْ
اِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللهَ فَاتَّبِعُوْنِىْ يُحْبِبْكُمُ الله
“Katakanlah: “Jika kamu semua
mencintai Allah, maka ikutilah aku (Muhammad), niscaya Allah akan mencintaimu.”
(Ali-Imran 3: 31).
Oleh
sebab itu seorang muslim wajib menjadikan Rasulullah SAW sebagain uswatun
hasanah dalam seluruh aspek kehidupannya. Allah SWT berfirman:
لَقَدْكَانَ
لَكُمْ فِى رَسُوْلِ اللهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُوْااللهَ
وَالْيَوْمَ الْأٰخِرَوَذَكَرَاللهَ كَثِيْرًا
“Sesungguhnya telah ada pada diri
Rasulullah uswatun hasanah bagimu, yaitu bagi orang-orang yang mengharap
(rahmat) Allah dan (kedatangan) Hari Kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”
(Al-Ahzab 33: 21).
Akhirnya
sebagai penutup bab ini perlu kita ingat kembali bahwa salah satu dari dua
kalimah syahadah yang menjadi pintu gerbang masuk Islam adalah kesaksian bahwa
Muhammad adalah Rasulullah. Shallallahu ‘alaihi wasallam.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Nabi adalah seseorang yang ditinggikan derajatnya oleh Allah SWT dengan
memberinya berita (wahyu). Sedangkan Rasul adalah seorang yang diutus oleh
Allah SWT untuk menyampaikan misi, pesan (ar-risalah).
Tidak semua Nabi dan Rasul di
sebutkan dalam Al-Qur’an , hanya 25 nama
Nabi dan Rasul yang di sebutkan.
Sebelum mengangkat seseorang menjadi
Nabi Allah SWT sudah menyiapkan dan memelihara kepribadian orang tersebut
sehingga orang yang akan diangkat menjadi Nabi memiliki kepribadian yang
sempurna, memiliki jiwa yang utuh, nalar yang kuat, dan akhlak yang mulia.
Begitu juga dari segi garis keturunan, seorang yang akan diangkat menjadi Nabi
haruslah memiliki garis keturunan yang baik dan mulia.
Untuk membuktikan kerasulan dan
kebenaran ajaran yang dibawa mereka, serta untuk menjawab tantangan dan
mematahkan argumentasi para penentang, para Rasul dilengkapi oleh Allah SWT
dengan mukjizat yaitu kejadian luar biasa (khawariqul ‘adah) yang terjadi
atas izin Allah SWT. Mukjizat para rasul berbeda-beda satu sama lain sesuai
dengan kecenderungan umat masing-masing atau situasi yang menghendaki.
B.
Saran
Sebagai
seorang muslim wajib beriman kepada seluruh Nabi dan Rasul yang telah diutus
oleh Allah SWT, baik yang disebutkan namanya maupun yang tidak disebutkan.
Seorang muslim
wajib membenarkan semua Rasul dengan sifat-sifat, kelebihan dan keistimewaan
satu sama lain, tugas dan mukjizat masing-masing seperti yang dijelaskan oleh
Allah dan Rasul-Nya di dalam Al-Qur’an Al-Karim dan Sunnah Rasul. Tidak sah
iman seseorang yang menolak walau hanya satu orang Nabi atau Rasul dari seluruh
Nabi dan Rasul-Rasul yang diutus oleh Allah SWT.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar